26. Orang bodoh cenderung lalai…
Petunjuk keagamaan ini diberikan oleh Sang Guru saat beliau menetap di Jetavana sehubungan dengan Hari Libur Orang Bodoh, Bālanakkhatta.
Pada suatu hari tertentu, di Sāvatthi dirayakan sebuah festival yang disebut Hari Libur Orang Bodoh dan, pada kesempatan festival itu, orang-orang bodoh dan dungu biasanya mengoleskan abu dan kotoran sapi di tubuh mereka dan selama tujuh hari berjalan kesana-kemari sambil mengucapkan segala jenis kata kasar. Pada saat itu, orang-orang tidak menunjukkan rasa hormat kepada kerabat, teman, atau bhikkhu ketika bertemu mereka melainkan berdiri di ambang pintu dan menghina mereka dengan kata-kata kasar. Mereka yang tidak tahan mendengar kata-kata kasar itu akan memberikan uang setengah, seperempat, atau satu sen kepada para peraya sesuai dengan kemampuan mereka, dan para peraya itu akan menerima uang tersebut dan pergi dari rumah mereka.
Pada waktu itu, di Sāvatthi terdapat banyak sekali para murid Sang Guru dan mereka mengirim kabar kepada Sang Guru, “Bhante, mohon menahan diri selama tujuh hari dari memasuki kota bersama Sangha Bhikkhu; mohon Bhante tetap berada di vihara.” Selama tujuh hari itu, para murid Sang Guru menyiapkan makanan bagi Sańgha Bhikkhu di vihara dan mengirimkannya kepada mereka, tetapi mereka sendiri tidak meninggalkan rumah mereka.
Namun, pada hari kedelapan, ketika festival telah berakhir, mereka mengundang Sangha Bhikkhu untuk menjadi tamu mereka, mengiringi mereka ke dalam kota, dan memberikan persembahan yang melimpah. Setelah duduk dengan hormat di satu sisi, mereka berkata kepada Sang Guru, “Bhante, kami telah melewati tujuh hari terakhir dengan sangat tidak menyenangkan. Telinga kami hampir pecah mendengar kata-kata kasar orang bodoh. Tidak satu orang pun menunjukkan rasa hormat kepada orang lain dan, karena alasan itu, kami tidak mengijinkan Bhante masuk ke kota. Kami sendiri tidak keluar rumah.”
Sang Guru mendengarkan apa yang mereka katakan dan, kemudian, menjawab, “Demikianlah perilaku orang bodoh dan dungu. Namun, mereka yang bijaksana menjaga kehati-hatian sebagai harta terbesar mereka dan, dengan melakukan hal itu, akhirnya mencapai Keadaan tanpa Kematian, yaitu Nibbāna Agung.” Sesudah berkata demikian, beliau mengucapkan stanza-stanza yang berikut ini:
26. Orang bodoh dan kaum dungu lalai; tetapi, orang yang bijaksana menjaga kehati-hatian sebagai harta karun terbesar.
27. Jangan serahkan dirimu pada kelalaian atau nafsu dengan kesenangan indrawi sebab meditator yang berhati-hati pasti mencapai kebahagiaan yang berlimpah (atau Nibbāna).


