Ditulis pada 25 Juli 2017, Jakarta
Oleh Cattamalo
* Konsultan investasi; pendidikan S2 Finance; Dhammaduta; Usia 57 th, beristeri dan punya 4 orang putri dan 3 cucu, tinggal di Jakarta
1. Saya Buddhis sejak usia 10-11 tahun.
2. Pada sekitar subuh hari Minggu, 23 Juli 2017 saya bermimpi yang menakjubkan.
3. Mimpi itu dimulai dengan saya sedang naik mobil dalam perjalanan kembali ke Jakarta dari luar kota. Saya menelusuri jalan besar dan lebar tetapi tidak dari aspal atau beton melainkan seperti tanah merah tua kehitamam-hitaman yang keras. Tidak ada banyak mobil. Seperti tempat kuno.
4. Lalu saya sampai di sebuah perempatan dan saya menjadi bingung: apakah harus lurus atau belok kiri?
5. Saya memutuskan berhenti untuk bertanya.
6. Saya memasukkan mobil saya ke halaman depan yang luas di depan sebuah sebuah rumah besar tapi terlihat tua.
7. Saya turun dan melangkah memasuki rumah itu.
8. Saya melihat ada beberapa orang Tionghoa di dalamnya.
9. Saya melihat seorang anak muda Tionghoa, berusia sekitar 20 tahun, bertubuh gempal, tingginya sedang saja, sedang memotong ayam dengan menggorok leher ayam itu terlebih dahulu, kemudian membacok kaki-kakinya hingga putus. Saya menjadi prihatin karena itu melanggar ajaran Buddha.
10. Saya mendekatinya dan berjongkok untuk mencoba menasihatinya dengan ajaran Buddha.
11. Persis sebelum saya mengucapkan perkataan kepada anak muda itu, dari sebelah kanan saya, tiba-tiba saya mendengar suara yang sangat lembut dan sopan,” Papa (atau Koko, kurang jelas), mari kita kembali ke surga untuk menikah.”
12. Saya langsung menengok ke kanan dan melihat seorang dewi (ya dewi dari surga!!!) berdiri di angkasa tidak jauh dari saya. Wajahnya putih bersih, agak bulat, rambut digelung ke atas, berpakaian lengan panjang, latar belakang merah cerah, dengan bunga-bunga warna hijau, biru dll, bercelana panjang dengan warna dan bunga yang sama. Tubuhnya terlihat tinggi, terlihat menawan, tidak langsing, lengannya agak panjang.
13. Hari kelihatannya menjelang sore.
14. Lalu, saya berdiri dan mendekatinya sehingga wajahnya semakin jelas terlihat dan saya menjadi berada cukup jauh dari anak muda Tionghoa itu.
15. Saya bertanya dengan ramah,”Siapakah kamu? Mengapa mengajak saya ke surga dan menikah dengan kamu?”
16. Dia menjawab dengan ramah, lembut dan merdu,” Saya adalah isteri Koko di surga. Saya datang untuk menjemput Koko.“
17. Saya yang biasanya cukup kritis dan keras berubah karena kesopanan dan kelembutannya sehingga saya memutuskan menerima tawarannya, terutama untuk membalas sikapnya itu. Saya tidak langsung jatuh cinta. Catatan: (i) Saya tidak pernah berpikir untuk lahir kembali di surga mana pun karenan tujuan akhir Buddhis adalah Nibbana; (ii) Seumpama ada sosok dewa mengajak tukar tempat: saya menjadi dia dan dia menjadi saya, akan saya tolak; (iii) Kondisi saya dua minggu sebelum mimpi ini: tekanan darah normal 120/80, kolesterol, gula darah normal dll; sering nonton video YouTube ttg kehidupan binatang di Amazon dan Afrika; kemajuan teknologi, komputer dan satelit China; anak bungsu saya baru saja lulus ujian S1-nya; (iv) sehari sebelum mimpi sampai sore sebelum mimpi: ngobrol dua jam dengan tetangga, pergi ke mall, beli buku dll, dengarin lagu-lagu jadul Mandarin dll;
18. Lalu, saya bertanya lagi,” Sesudah menikah di sana, apakah saya bisa kembali ke bumi manusia?”
19. Dia tersenyum manis sekali dan menjawab dengan cara sama,” Ya, bisa, besok harinya.”
20. Saya langsung ingat bahwa satu hari di Surga Catummaharajika saja sama dengan 50 tahun di alam manusia. Satu hari di Tavatimsa sama dengan 100 tahun di alam manusia.
21. Lalu saya bertanya lagi, juga dengan ramah,” Dari surga manakah kamu ini? Kalau dari Surga Catummaharajika, 1 hari di sana saja sama dengan 50 tahun di sini. Kalau dari Surga Tavatimsa, 1 hari di sana sama dengan 100 tahun di sini. Apakah kamu dari Tavatimsa?”
22. Dia tidak menjawab melainkan tersenyum manis lagi.
23. Saya memperhatikan pakaiannya, tampilannya dan keanggunannya. Saya menduga dia dari Tavatimsa. Mengapa? Menurut pengetahuan saya, penghuni surga Tavatimsa masih memiliki nafsu indrawi yang cukup besar. Karena itulah dia mengajak saya menikah.
24. Lalu, saya berkata,” Kamu mungkin dari Tavatimsa. Jika saya menikahi kamu di sana dan kemudian kembali ke bumi manusia esok harinya, itu berarti saya akan sudah 100 tahun meninggalkan bumi manusia dan semua anak serta cucu saya pun akan sudah meninggal dunia. Wah, itu terlalu lama.”
25. Kemudian saya berkata lagi kepadanya,” Saya ingin mengajarkan Dhamma kepada anak muda itu, juga kepada abangnya dan ribuan orang lain.”
26. Dia membalas,” Kami semua tahu Koko memang sangat bersemangat mengajarkan Dhamma. Tetapi, sekarang ini hanya sedikit orang yang mau mendengarkan Dhamma yang baik itu. Sebagian besar manusia bernafsu untuk kaya, ambisus, terkenal, bersaingan dll. Jadi, percuma saja mengajarkan mereka dengan bersemangat. Juga, Koko sudah terlalu lama meninggalkan rumah/alam kita. Koko juga sudah tua di sini. Waktu Koko sudah habis. Di rumah kita di sana, ada banyak orang sedang menunggu Koko pulang. Mereka kangen dengan Koko. Koko Juga bisa mengajar Dhamma di sana.”
27. Saya kaget dan bertanya,” Loh saya kan baru berumur 57 tahun?”
28. Dia menjawab dengan lembut,” Ya tetapi sudah cukup dan waktu Koko sudah habis. Harus pulang sekarang juga.”
29. Karena didesak, lalu saya bertanya,” Bisakah saya ikut kamu dan menikah di sana tetapi kembali ke sini beberapa jam kemudian untuk mengajarkan Dhamma kepada anak muda itu dan abangnya?”
30. Dia menjawab dengan lembut sambil tersenyum manis,. “Ya, bisa.”
31. Catatan: (i) Selama pembicaraan, dia tetap melayang di atas bumi, tetapi tidak jauh dari saya, mungkin 1,5 meter saja; (ii) Biji matanya terlihat jelas, sepertinya hijau tua, (iii) Matanya tidak berkedip-kedip. Karena itu, saya yakin dia adalah dewi dari surga.
32. Saya setuju dan lalu terbang bersama dia.
33. Saya berasa bisa terbang sendiri Karena saya tidak merasa tangan saya dipegang oleh dia.
34. Dia terbang di kanan saya.
35. Lalu, saya memandang ke langit yang putih.
36. Tiba-tiba saya, dengan penuh kesadaran, melihat hanya kegelapan selama beberapa saat.
37. Tidak lama kemudian, saya terbang di angkasa di atas bumi. Saya melihat hutan/pepohonan di bawah dan juga hamparan tanah merah tua yang terbuka, bersama dia. Dia ada di sisi kiri saya.
38. Saya menengok kepadanya dan berkata,” Wah sepertinya kita sudah meninggalkan bumi manusia antara 23-25 tahun lamanya. Mungkin kedua orang kakak-beradik itu sudah tidak di rumah itu sekarang.”
39. Ketika saya baru memulai perkataan itu, dia terbang maju ke arah kiri saya, membalik badannya ke arah saya dan memandang saya.
40. Lalu, dengan lembut dan ramah dia berkata,” Jangan khawatir, Koko. Mereka masih ada di sana ataupun tidak, masalah kecil.”
41. Saya takjub sekali dengan keramahan dan kelembutan suaranya.
42. Saya melihat pakaian saya telah berubah sebagai berikut:
– Berwarna putih, terlihat tebal, lengan panjang dan menggantung, sekitar 15 cm ke bawah lengan, halus dan ada garis-garis lebar dan pendek berwarna kuning emas;
– Celana panjang dan lebar, tebal, halus dan juga ada garis-garis lebar berwarna kuning emas;
43. Fisik:
– Saya merasa badan saya segar sekali
44. Saya melirik ke arahnya dan saya langsung merasa bahwa dia sudah isteri saya.
45. Lalu, saya terjaga dan bangun dari mimpi.
46. Saya langsung merasakan dada kiri saya lega dan nyaman sekali.
47. Perkataannya yang halus dan ramah masih terngiang-ngiang di kuping saya.
48. Esok malamnya saya ceritakan mimpi ini kepada semua anak dan mantu saya, kemudian isteri saya.
50. Atas permintaan sejumlah murid senior saya di bidang terjemahan dan sejumlah teman senior saya di berbagai organisasi, saya menulis dan menyebarkannya untuk kebaikan dan kebahagiaan banyak orang yang dapat memahaminya.
Kesimpulan:
1. Perkataan yang lembut dan sopan serta kejujuran bisa menjatuhkan hati orang yang keras sekali pun.
2. Etikanya yang tinggi selama berbicara dan terbang dengan saya boleh ditiru.
3. Kemungkinan besar sebentar lagi saya akan menjadi bhikkhu.
4. Perkataannya bahwa saat ini sulit bagi manusia untuk mendengarkan ajaran yang baik karena penuh ambisi, nafsu duniawi, bersaingan, sombong dll membuat saya keluar air mata ketika terjaga.
5. Alam bahagia adalah kenyataan dan menunggu kehadiran orang-orang yang bajik. Karena itu, hentikan semua kejahatan dan segera berbuat kebajikan menurut ajaran semua Buddha.
Demikianlah kisah mimpi saya. Semoga bermanfaat.
Salam,
Cattamalo