Home Blog Page 13

Spirituality changes the Structure of an Ancient Area of the Brain

0

September 3, 2021

A new study found the relationship between spirituality and changes in certain areas of the brain, and that brain structure has evolved since ancient times influenced by how we think.

Scientists have long suspected that religiosity and spirituality could be mapped to specific brain circuits, but the location of those circuits remains unknown. Now, a new study using novel technology and the human connectome, a map of neural connections, has identified a brain circuit that seems to mediate that aspect of our personality.

The work appears in Biological Psychiatry, published by Elsevier.

Source: Mapping the Brain Circuitry of Spirituality: https://neurosciencenews.com/pag-spirituality-neurotheology-19225/

The Buddha’s advice on financial management

0

Divide your income into four equal portions. Spend the first portion in your daily activities; save the second in your bank accounts for use in rainy days; and use the final two portions in developing your business carefully and wisely.

About the first portion

You can divide it into two sub-portions: one for your own spending and the other for donations to the poor, lone elderly people, schools, temples, charity organizations nearest to your home or office. Promotional

The Words Spoken by KC Koay

0

KC Koay’s words on some of the Great Achievements made by China in the past 40 years:
“Needless to say, a government that delivers on its promise wins the hearts and minds of its people; and recognition from the rest of the appreciative international community.


What China has achieved over the past four decades were not just its visible glittering buildings, and first-class infrastructure. For the inherent strength of China’s rejuvenation lies in its commitment towards sustainable growth and development with a focus on the environment and green technology.


Similarly, China places great emphasis on the continuous development of humanity by the embrace of culture, science and technology as its priorities. Over the past 40 years, China has increased its forest cover from just 12% to 23% now. When one takes into consideration the fact that China’s national land area amounts to some 9.6 square million kilometres, about the size of the United States. In other words, China has planted just over one million square kilometres of forest. That is the size of Egypt!

China is also the only country in world which has successfully reversed the seemingly unstoppable desertification, by turning its desserts into forest, farm lands, and wetlands. The area of desertified land in the country is dropping by an annual average of more than 2,400 square kilometres, or three times the size of Singapore, compared to what used to be an annual average expansion of over 10,000 square kilometres at the end of the last century.

By 2014, China had completed and commissioned its mid-line stretch of the South-North Water Diversion Project. This 1,300 kilometres dedicated, largely gravitational-flow, water supply channel diverts water from the Danjiangkou Reservoir in the upper reaches of the Han River, passing through mountains, crossing rivers, and finally reaching and transferring 9.5 billion cu meters of water annually to Beijing and Tianjin.

To put this into perspective, the annual per capita water consumption of the Asian cities: Tokyo, Singapore, Seoul, and Hong Kong are at 84, 52, 104, and 80 cu meters per annum respectively; with the average consumption of 80 cu meters per annum. In other words, the amount of water transfer annually is adequate to sustain an urban population of over 110 million people with clean and potable water.”

Will the Pandemic Revolutionize College Admissions?

0

Lockdowns have disrupted standardized tests and grades, forcing schools to consider a range of other approaches for selecting students

Stanza 43 Dhammapada: Kisah Soreyya

0

“(Karena pikiran jahatnya tentang Arahat Mahakaccayana,  pria yang punya isteri dan dua orang putra  berubah wujud menjadi wanita, lalu ia menikah dengan seorang pria dan melahirkan dua orang putra, kemudian berubah lagi menjadi wujud semulanya, yaitu pria, dan menjadi anggota Sangha kemudian Arahat)”

1.    Ketika berdiam di Vihara Jetavana, YMS Buddha mengucapkan Syair 43 dari buku ini, dengan mengacu pada Soreyya, putra seorang kaya di Kota Soreyya. 
Pada suatu ketika, Soreyya, dengan didampingi seorang teman dan beberapa orang pelayan sedang pergi keluar naik kereta mewah untuk mandi. Pada saat itu Thera Mahakaccayana sedang mengatur jubah beliau di luar kota itu karena beliau akan masuk ke kota itu untuk pindapata. Melihat roman keemasan sang thera, pemuda Soreyya berpikir,” Seandainya sang thera adalah isteri saya, atau seandainya roman isteri saya adalah seperti roman beliau.” Begitu pengharapan itu timbul dalam dirinya, jenis kelaminnya berubah dan menjadi wanita.  Karena sangat malu, ia turun dari kereta dan berlari jauh sambil mengambil jalan ke Taxila. Teman-teman seperjalanannya kehilangan diirnya, mencarinya tetapi tidak dapat menemukannya.

2.    Soreyya, yang saat itu wanita, menawarkan cincin cap resminya kepada beberapa orang yang sedang menuju Taxila agar menginjinkannya ikut naik kereta mereka. Begitu tiba di Taxila, teman-team  seperjalanannya memberitahu seorang pria kaya di kota itu tentang wanita yang ikut mereka. Merasa Soreyya sangat cantik dan berusia yang cocok untuk dirinya, pria itu menikahinya. Sebagai salah satu hasil pernikahan itu, dua orang putra dilahirkan; juga ada dua orang putra yang lain dari pernikahan Soreyya yang sebelumnya ketika ia sebagai pria.

3. Suatu hari pemuda  yang putra seorang pria kaya dari kota Soreyya datang ke Taxila dengan lima ratus buah kereta. Karena mengenalinya sebagai salah seorang teman lamanya, wanita Soreyya minta pemuda itu datang.   Pemuda itu terkejut karena ia diundang sedangkan ia tidak kenal wanita yang mengundangnya itu. Ia memberitahu wanita Soreyya bahwa ia tidak mengenalnya dan bertanya kepada Soreyya apakah Soreyya mengenalnya.   Soreyya menjawab bahwa ia mengenal pemuda itu dan juga bertanya tentang kesehatan keluarga Soreyya serta orang-orang lain di kota Soreyya. Lalu, pemuda dari kota Soreyya itu memberitahunya tentang putra pria kaya yang telah hilang dengan misterius itu ketika sedang perjalanan keluar untuk mandi. Kemudian, wanita Soreyya mengungkapkan identitasnya dan menceritakan semua yang telah terjadi, tentang pikiran-pikiran jahat mengenai Thera Mahakaccayana, perubahan jenis kelamin dan pernikahannya dengan pria kaya dari Taxila. Lalu, pemuda dari kota soreyya itu menasihati wanita Soreyya untuk meinta maaf dari thera tersebut. Karena itu, Thera Mahakaccayana diundang ke rumah Soreyya dan makanan persembahan ditawarkan kepada beliau. Setelah makan, wanita Soreyya dibawa ke hadapan sang thera dan pemuda dari Soreyya itu memberitahu sang thera bahwa wanita itu pada suatu ketika adalah putra seorang pria kaya dari kota Soreyya. Lalu, ia menjelaskan kepada sang thera bagaimana Soreyya berubah menjadi wanita karena pikiran-pikiran jahatnya terhadap sang thera yang terhormat itu. Kemudian, wanita Soreyya dengan penuh hormat minta maaf Thera Mahakaccayana. Lalu, sang thera berkata,”Bangun, saya memaafkan anda.” Begitu perkataan tersebut diucapkan, wanita itu berubah kembali menjadi pria. Lalu, Soreyya berpikir bagaimana dalam satu kehidupan saja dan dengan sebuah tubuh saja ia telah mengalami perubahan jenis kelamin dan bagaimana putra-putra telah dilahirkannya. Karena merasa sangat lelah dan jijik dengan semua hal itu, ia memutuskan meninggalkan kehidupan rumah tangga dan ikut Sangha di bawah sang thera.

4. Setelah itu, ia sering ditanya,”Siapa yang anda lebih sayangi, dua orang putra yang anda miliki ketika sebagai pria atau dua orang lainnya yang anda miliki ketika sebagai isteri?” Kepada mereka, ia menjawab bahwa rasa sukanya  untuk putra-putra yang lahir dari rahimnya adalah lebih besar. Pertanyaan itu diajukan kepada dirinya sedemikian sering sehingga ia berasa sangat jengkel dan malu. Jadi, ia tinggal sendiri dan dengan ketekunan, merenungi kelapukan dan berurainya tubuh. Ia segera mencapai tingkat Arahat  berikut patisambhidā (Pengertian yang Analitis tentang Sifat Sejati Fenomena). Ketika pertanyaan lama itu diajukan kepada diri beliau, beliau menjawab bahwa beliau tidak memiliki rasa suka kepada siapa pun secara tertentu. Mendengar beliau demikian, bhikkhu-bhikkhu yang lain berpikir beliau pasti sedang berdusta. Ketika dilapori tentang Soreyya yang memberikan jawaban berbeda, YMS Buddha bersabda,”Putra-Ku tidak sedang berdusta, ia sedang berkata sesungguhnya. Jawabannya sekarang berbeda karena ia telah menjadi Arahat sehingga tidak ada lagi rasa suka kepada siapa pun secara tertentu. Dengan pikirannya yang sangat terarah, putra-Ku telah menimbulkan dalam dirinya suatu kebahagiaan dan kepuasan yang tidak dapat ayah ataupun ibu berikan kepadanya.”

5. Kemudian YMS Buddha mengucapkan stanza sebagai berikut:
Syair 43: Tidak seorang ibu, atau ayah, atau anggota keluarga lain pun dapat berbuat lebih banyak untuk kesejahteraan seseorang daripada pikiran yang terarah dengan benar.

Pada akhir khotbah itu banyak yang mencapai tingkat kesucian Sotapatti Phala, atau menjadi Sotapanna penuh. 

(Diterjemahkan oleh TjanSieTek, M.Sc., Penerjemah Resmi & Bersumpah, dari The Dhammapada Verses and Stories, terjemahan Daw Mya Tin, M.A., yang disunting oleh Komite Penyuntingan Persatuan Tipitaka Myanmar, Rangoon, Myanmar, 1986)

Dhammapada 240: Kisah Thera Tissa

0

(lahir kembali sebagai kutu dan karena marah akan masuk neraka kalau tidak karena YMS Buddha)

Ketika berdiam di Vihara Jetavana (Hutan Bambu), YMS Buddha mengucapkan Stanza 240 (dari buku ini) berkenaan dengan Thera Tissa.

Suatu ketika ada seorang thera yang bernama Tissa di Savatthi. Suatu hari ia menerima seperangkat jubah yang bagus dan sangat senang. Ia ingin mengenakannya pada esok harinya. Tetapi, pada malam itu juga ia meninggal dunia dan karena pikirannya melekat pada jubah itu, ia lahir kembali sebagai kutu dan hidup di dalam lipatan-lipatan jubah itu. Karena tidak ada seorang pun yang mewarisi hartanya, diputuskan bahwa jubah tersebut sebaiknya dibagi di antara para bhikkhu yang lain. Ketika para bhikkhu sedang bersiap-siap untuk membagi rata jubah itu di antara mereka, kutu itu sangat marah dan berteriak keras,” Mereka sedang merusakkan jubahku!” Teriakan itu didengar oleh YMS Buddha dengan kuping dewa-Nya. Karena itu, beliau mengirim seseorang untuk menghentikan para bhikkhu itu dan memerintahkan mereka menangani jubah itu hanya setelah lewatnya 7 hari. Pada hari ke-8,  para bhikkhu berbagi rata  jubah  milik Thera Tissa tersebut.

Kemudian, YMS Buddha di Tanya oleh para bhikkhu mengapa beliau   memberitahu mereka  agar menunggu 7 hari sebelum berbagi rata jubah TheraTissa. Kepada mereka YMS Buddha menjawab, ”Anak-anakku, Tissa telah menjadikan pikirannya melekat pada jubah itu pada saat ia meninggal dunia. Karena itu, ia dilahirkan kembali sebagai seekor kutu dan tinggal di dalam lipatan-lipatan jubah itu. Ketika kalian semua sedang bersiap-siap berbagi rata jubah itu, Tissa, si kutu, sangat menderita dan berlari-larian di dalam lipatan-lipatan jubahitu. Jika kalian telah mengambil jubah itu pada saat tersebut, Tissa, si kutu, akan berasa sangat marah terhadap kalian dan ia akan harus masuk neraka. Tetapi, sekarang Tissa telah dilahirkan kembali di Surga Tusita dan itulah sebabnya aku telah mengijinkan kalian mengambil jubah itu. Para bhikkhu, sesungguhnya kemelekatan sangat berbahaya;  seperti karat menggerogoti besi tempatnya berasal, demikian juga kemelekatan akan menghancurkan seseorang dan mengirimkannya ke neraka. Bhikkhu sebaiknya tidak terlalu terlena dalam pemakaian keempat kebutuhan atau sangat melekat padanya.”

Kemudian, YMS Buddha mengucapkan stanza sebagai berikut:
Sebagaimana karat terbentuk dari besi dan menggerogoti besi itu, demikian juga, perbuatan jahat akan menyebabkan pelakunya masuk ke alam rendah (duggati).”

(Diterjemahkan oleh Tjan Sie Tek, M.Sc., Penerjemah Resmi & Bersumpah, dari The Dhammapada Verses and Stories, terjemahan Daw Mya Tin, M.A., yang disunting oleh Komite Penyuntingan Persatuan Tipitaka Myanmar, Rangoon, Myanmar, 1986)

Peran Besar Buddhisme Zen Dalam Sukses Bisnis Jepang

0

San Ma no I

Tiga Pintu menuju Sukses

Salah satu pelajaran terpenting yang orang Jepang dapatkan dari Buddhisme Zen (jhana), terutama yang disebarluaskan di Jepang oleh Eisai (1141-1215) dan bahkan oleh Dogen (1200-1253) yang lebih terkenal, yang merupakan pendiri sekte Soto, adalah pentingnya jiwa dalam semua upaya manusia. 

Orang Jepang mendengar bahwa ada unsur kerohanian dalam segala bentuk pencapaian dan semakin besar pencapaian yang diperoleh, semakin besarlah keterlibatan jiwa di dalamnya.

Kelas pejuang samurai Jepang, yang bangkit sekitar abad ke-11 dan ke-12, menjadi penyokong besar aliran Buddhisme Zen karena aliran atau mazhab Buddhisme itu mengajarkan gaya hidup ketat yang digabungkan dengan dedikasi yang hampir kerasukan untuk berlatih gaya hidup dan seni. Karena kehidupan para samurai bergantung pada keterampilan yang luar biasa dalam seni bela diri dan akhirnya juga pada tingkat keterampilan yang sama-sama luar biasa dalam etiket sosial yang ketat, Zen menjadi tuntunan kerohanian sekaligus pedoman latihan mereka.

Para samurai adalah kelas penguasa Jepang dari sekitar tahun 1185 hingga 1868. Meskipun mereka hanya terdiri dari sepuluh persen populasi, mereka menentukan standar-standar dalam setiap segi kehidupan setiap orang Jepang: dalam bahasa dan kesusasteraan, estetika, seni, kerajinan tangan, perilaku sehari-hari dan dalam moralitas.

Para samurai juga mengilhami kebudayaan Jepang dengan sifat bela diri kuat yang mempersiapkan orang Jepang untuk melakukan segala sesuatu dalam urutan yang tepat dan teratur serta dan membenci kelemahan atau kegagalan apa pun. Hingga hari ini tidak ada bidang hidup orang Jepang yang tidak dipengaruhi oleh warisan Zen dan masih ada unsur Zen dalam karakter setiap orang Jepang. 

Zen masih merupakan inti semua seni bela diri di mana Jepang termasyur, dari aikido ke karate hingga kendo; dan aturan-aturan Zen yang berlaku untuk mempelajari seni-seni bela diri itu diajarkan sebagai garis pedoman untuk sukses dalam bisnis.

Nobuharu Yagyu, iemoto atau kepala sekolah ke-21 dari Sekolah Kendo Yagyu, menjelaskan bahwa rahasia untuk mencapai keterampilan dalam kendo adalah semangat yang berasal dari pengulangan san ma no I, atau “tiga latihan”. Tiga latihan tersebut adalah menerima ajaran yang benar, mendedikasikan diri pada ajaran tersebut dan menerapkan akal budi kita sendiri pada apa yang pernah dipelajari dari berbagai ajaran tersebut.

Satu di antara aspek menyerap dan menggunakan ajaran yang benar tersebut adalah mengosongkan pikiran dari hal-hal yang lain, berupaya untuk bebas tuntas dari kemelekatan dan membuka pikiran sepenuhnya untuk menerima seutuhnya dan secara tepat apa pun situasi yang dialami.

Yagyu berkata bahwa penting sekali  seseorang memelihara ken, yaitu “pandangan,” dan kan (sati), “pandangan terang,” untuk melihat atau merasakan kenyataan dan dapat menafsirkan niat-niat seorang lawan — yang mencakup gerakan yang sekecil apa pun atau bahkan tiada gerakan sekali pun. Itu salah satu pelajaran yang berlaku  bagi semua perilaku manusia, bukan hanya kendo.

Sebagaimana yang semua ahli dengar, begitu mencapai suatu tingkat tinggi keterampilan dalam seni atau keahlian apa pun, latihan dan praktik harus berlanjut untuk memelihara keterampilan itu, yaitu salah satu ciri filosofi kaizen bangsa Jepang.  Filosofi itu beranggapan bahwa seseorang tidak pernah benar-benar menguasai apa pun dan, karena itu, harus terus-menerus berjuang untuk meningkatkan mutu.

 Ada pepatah yang terkenal  dalam bahasa Jepang yang mengungkapkan kepercayaan terus-menerus pada peningkatan mutu yang berkesinambungan: “Hari ini aku harus mengalahkan diriku yang kemarin.”

Dari Japan’s Cultural Code Words

Kebahagiaan Menjadi Teman Baik (Kalyanamitta)

0

Bahagianya jadi Kalyanamitta (teman baik)

A. Empat ciri kalyanamitta:

1. Penuh saddha (keyakinan) pada Buddha, Dhamma & Sangha;

2. Penuh moralitas (sila), terutama malu melanggar sila & takut dengan akibatnya;

3. Penuh caga (kedermawanan): suka berdana, menolong orang lain dll; dan

4. Penuh panna (kebijaksanaan), terutama mengerti perbuatan mana yang baik atau buruk, benar atau  salah sesuai dengan Dhamma.

B. Keuntungan kita sebagai kalyanamitta

I. Bagi diri sendiri:

i. Penampilan tenang, teduh dan ramah;

ii. Pikiran positif sehingga tenang;

iii. Dapat terhindar dari penyakit-penyakit yang sering menyerang orang yang tidak baik;

iv. Percaya diri ketika berjumpa dengan siapa pun karena tidak ada rasa bersalah, siap memaafkan orang lain dll;

v.  Tidur nyenyak, bangun dan juga bekerja dengan tenang;

vi. Mampu mengendalikan indranya sehingga setiap perbuatannya sangat terkendali; 

vii. Perkataan penuh rasa sila, persahabatan dan menyejukkan orang-orang yang ditemuinya;

viii. Berasa aman di mana pun karena berasa bersahabat dengan siapa pun; 

ix. Ramah kepada siapa pun karena tahu keramahan adalah salah satu kebajikan dan berkah utama; 

x. Dll.

II. Sehubungan dengan orang lain:

i. Pintu rumah dan kantor mereka terbuka bagi kita sehingga terbuka banyak peluang untuk berteman jangka panjang, berbisnis maupun berorganisasi bersama-sama; 

ii. Mereka menyapa kita dengan ramah ketika melihat kita; 

iii. Mereka siap menjamu kita dengan penuh percaya, hormat dan ramah-tamah; 

iv. Mereka merasa nyaman dan aman ketika berada di dekat kita dan ketika berbicara tentang apa pun; 

v. Siap membantu jika diperlukan; 

vi.Percaya pada perkataan, usul dan informasi lain dari kita; 

vii. Mereka senang membicarakan hal-hal yang baik tentang kita dengan teman dan relasi bisnis mereka sehingga nama kita harum di mana-mana; 

viii. Banyak anggota keluarga, tetangga dan teman kita mememiliki rasa hormat dan kagum pada kita; 

ix. Orangtua, saudara, saudari, anak, mantu, besan dan teman kita bangga ketika membicarakan kita; 

x. Jika berbisnis, banyak pabrik, supplier, agen, distributor dll percaya pada kita dan memberikan banyak kemudahan pembayaran, harga dll sehingga bisnis kita tumbuh dengan cepat dan sehat;

xi. Para pegawai akan rajin dan jujur pada kita karena kita adalah teladan mereka;

xii. Jika berorganisasi, banyak anggota yang lain percaya dan aman dengan kehadiran kita;

xiii. Di kampus, banyak orang siap menjadi sahabat; 

xiv. Mereka menganggap kita sebagai orang yang tindakannya sesuai dengan ucapannya; 

xv.  Nama harum dan tersebar ke mana-mana; 

xvi. Dan banyak lagi keuntungan lain.

III. Sehubungan dengan makhluk lain:

1. Binatang merasa nyaman dan aman ketika berjumpa dengan kita karena kita tidak mengancam     mereka; kita bahkan siap membantu mereka jika perlu;

2. Makhluk-makhluk lain yang baik akan suka berdekatan dengan kita dan bahkan siap menolong     ketika diperlukan.

IV. Ketika menjelang wafat

1. Pikiran tenang menjelang wafat sehingga dapat lahir kembali di alam bahagia, bahkan surga;

2. Pikiran yang penuh saddha, sila, caga dan panna itu akan terbawa ke alam yang baru sehingga  menjadi warga baru yang terhormat di mana pun.

C. Bagi Dhamma

1. Semakin banyak orang menjadi Buddhis yang baik; 

2. Dhamma dihargai oleh golongan lain

D. Cara mantap untuk menjadi Sotapanna (makhluk suci tingkat pertama) 

1. Karena ke-4 ciri kalyanamitta di atas, jika saddha dominan, dapat menjadi saddhanusarin (cula sotapanna atau sotapanna kecil); 

2. Jika panna dominan, dapat menjadi dhammnusarin (cula sotapanna atau sotapanna kecil) 

3. Jika tidak mencapai tingkat kesucian yang lebih tinggi, cula sotapanna akan menjadi sotapanna penuh menjelang wafat; 

4. Sotapanna selamat dari kelahiran kembali di alam-alam rendah (neraka, binatang, peta, asura) dan pasti menuju Nibbana paling banyak sesudah 7 kelahiran kembali; 

5. Jika lahir kembali di alam manusia, akan ada di keluarga yang luhur dan terhormat; jika di surga, akan menjadi dewa atau dewi yang berkedudukan tinggi.

Semoga bermanfaat. Silakan share dengan semua teman.

×

 

Hello!

Click one of our contacts below to chat on WhatsApp

× Apakah ada yang bisa kami bantu?